Utmost Good Faith: Pondasi Emas dalam Dunia Asuransi Syariah

Pernahkah Anda mendengar tentang prinsip Utmost Good Faith? Mungkin bagi sebagian orang istilah ini masih terdengar asing. Namun, tahukah Anda bahwa prinsip ini merupakan pondasi terpenting dalam dunia asuransi, termasuk asuransi syariah, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain?

Utmost Good Faith adalah sebuah prinsip yang menekankan pentingnya kejujuran dan keterbukaan antara peserta asuransi dan perusahaan asuransi syariah. Bayangkan seperti ini: Anda ingin membangun rumah yang kokoh dan tahan lama. Tentu Anda membutuhkan fondasi yang kuat, bukan? Begitu pula dengan asuransi. Utmost Good Faith adalah fondasi yang memastikan bahwa hubungan antara Anda dan perusahaan asuransi sebagai wakil peserta secara kolektif dalam asuransi syariah terjalin dengan baik dan saling menguntungkan.

Prinsip ini mengharuskan kedua belah pihak untuk saling terbuka dan jujur. Anda sebagai peserta wajib memberikan informasi yang lengkap dan akurat mengenai diri Anda atau objek yang ingin diasuransikan. Misalnya, jika Anda ingin ikut asuransi kesehatan, Anda perlu memberitahukan riwayat penyakit yang Anda miliki, baik yang ringan maupun yang berat. Jangan pernah mencoba menyembunyikan informasi penting, karena hal itu bisa berakibat fatal. Polis asuransi Anda bisa dibatalkan dan klaim Anda bisa ditolak.

Di sisi lain, perusahaan asuransi juga wajib bersikap transparan kepada Anda. Mereka harus menjelaskan dengan detail mengenai produk asuransi yang ditawarkan, termasuk manfaat, risiko, dan syarat-syaratnya. Jangan sampai ada informasi yang disembunyikan atau dikaburkan, karena hal itu bisa merugikan Anda sebagai peserta.

Sejarah prinsip Utmost Good Faith

Ternyata, prinsip ini sudah ada sejak lama. Di Inggris, yang menjadi kiblat asuransi dunia, prinsip Utmost Good Faith awalnya tercantum dalam Pasal 17 Marine Insurance Act 1906. Menariknya, aturan ini sebenarnya ditujukan khusus untuk asuransi kapal laut. Namun, seiring berjalannya waktu, prinsip ini menjadi standar yang berlaku untuk semua jenis asuransi.

Namun, dalam perjalanannya, penerapan Utmost Good Faith di Inggris tidak selalu mulus. Ada kalanya prinsip ini dianggap terlalu keras dan merugikan nasabah/peserta. Misalnya, polis asuransi bisa dibatalkan hanya karena nasabah lupa menyebutkan informasi kecil yang sebenarnya tidak terlalu penting. Tentu saja hal ini tidak adil bagi nasabah/peserta.

Oleh karena itu, Inggris akhirnya melakukan reformasi dengan mengeluarkan Consumer Insurance Act 2012 dan Insurance Act 2015. Dalam aturan yang baru ini, istilah Utmost Good Faith diganti menjadi Good Faith. Fokusnya pun bergeser pada “materialitas” informasi. Artinya, polis asuransi tidak langsung dibatalkan jika ada informasi yang tidak diungkapkan. Perusahaan asuransi akan meninjau dulu, apakah informasi tersebut penting dan berpengaruh pada keputusan mereka untuk menerbitkan polis.

Penerapan Prinsip Utmost Good Faith Di Indonesia

Prinsip Utmost Good Faith diatur dalam Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Selengkapnya pasal tersebut adalah:

Semua pemberitahuan yang keliru atau tidak benar, atau semua penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung, meskipun dilakukannya dengan itikad baik, yang sifatnya sedemikian, sehingga perjanjian itu tidak akan diadakan, atau tidak diadakan dengan syarat-syarat yang sama, bila penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari semua hal itu, membuat pertanggungan itu batal”.

Sayangnya, pasal ini masih sangat singkat dan belum memberikan penjelasan yang detail. Akibatnya, sering terjadi perdebatan dalam penafsirannya.

Indonesia perlu belajar dari Inggris yang telah memiliki aturan yang lebih modern dan komprehensif. KUHD yang menjadi landasan hukum asuransi di Indonesia perlu direvisi agar lebih detail dalam mengatur prinsip Utmost Good Faith. Aturan ini harus mudah dipahami oleh masyarakat awam, sehingga tidak menimbulkan kebingungan dan perselisihan.

Perspektif Syariah Mengenai Prinsip Utmost Good Faith

Dalam Islam, kejujuran merupakan nilai yang sangat dijunjung tinggi. Prinsip Utmost Good Faith (husnu al-niyyah) dalam asuransi sejalan dengan nilai-nilai Islam yang menekankan pentingnya kejujuran, keterbukaan, dan keadilan dalam setiap transaksi. Dalam asuransi syariah, prinsip ini bahkan menjadi lebih penting karena asuransi syariah didasarkan pada prinsip tolong-menolong dan saling berbagi risiko. Kejujuran dan keterbukaan dari kedua belah pihak akan memastikan bahwa akad asuransi syariah terlaksana dengan baik dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Akhirnya dapat kita simpulkan bahwa Utmost Good Faith adalah kunci sukses dalam asuransi. Kejujuran dan keterbukaan dari kedua belah pihak, baik peserta maupun perusahaan asuransi, akan menciptakan rasa saling percaya, menjamin keadilan, dan mencegah penipuan. Penerapan prinsip Utmost Good Faith secara konsisten akan mewujudkan industri asuransi yang sehat dan berkelanjutan. (By Ah Azharuddin Lathif).

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *