Prinsip Utmost Good Faith di Era Baru Asuransi Indonesia Pasca Putusan MK

Dunia asuransi di Indonesia baru saja mengalami perubahan besar. Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 83/PUU-XXII/2024 pada tanggal 3 Januari 2025 telah menetapkan bahwa Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) inkonstitusional bersyarat. Keputusan ini bagai petir di siang bolong bagi industri asuransi, sekaligus menjadi angin segar bagi para nasabah. Apa pasal? Karena putusan ini membatasi hak perusahaan asuransi untuk membatalkan klaim secara sepihak dengan alasan pelanggaran prinsip utmost good faith atau prinsip saling jujur.

Selama ini, Pasal 251 KUHD seringkali menjadi “senjata pamungkas” bagi perusahaan asuransi untuk menolak klaim nasabah. Cukup dengan mengklaim bahwa nasabah tidak jujur atau tidak mengungkapkan informasi secara lengkap, perusahaan asuransi bisa lepas tangan dari kewajibannya. Tentu saja hal ini sangat merugikan nasabah. Bayangkan, Anda sudah membayar premi secara rutin, tetapi ketika terjadi musibah, klaim Anda ditolak begitu saja. Rasanya seperti dikhianati, bukan?

Kini, MK telah “meruntuhkan tembok” ketidakadilan tersebut. Dengan putusan ini, pembatalan pertanggungan asuransi harus didasarkan atas kesepakatan antara penanggung (perusahaan asuransi) dan tertanggung (nasabah) berdasarkan putusan pengadilan. Artinya, perusahaan asuransi tidak bisa lagi seenaknya membatalkan klaim. Mereka harus membuktikan di pengadilan bahwa nasabah memang melakukan pelanggaran yang disengaja dan merugikan perusahaan.

Lalu, apa dampak dari putusan MK ini bagi industri asuransi dan nasabah? Bagi industri asuransi, putusan ini menjadi tantangan besar. Mereka dituntut untuk lebih profesional dan hati-hati dalam menerapkan prinsip utmost good faith. Tidak bisa lagi sembarangan menolak klaim dengan alasan nasabah tidak jujur. Mereka harus benar-benar meninjau setiap kasus secara detail dan adil.

Bagi nasabah, putusan ini merupakan kemenangan besar. Hak-hak mereka sebagai konsumen kini lebih terlindungi. Mereka tidak perlu lagi takut klaimnya ditolak secara sepihak. Jika terjadi perselisihan, mereka memiliki kesempatan untuk memperjuangkan haknya di pengadilan.

Namun, penting untuk diingat bahwa prinsip utmost good faith tetap merupakan prinsip yang universal dan penting dalam dunia asuransi. Putusan MK bukan berarti nasabah boleh seenaknya menyembunyikan informasi atau berbohong kepada perusahaan asuransi. Kejujuran dan keterbukaan tetap menjadi kunci dalam menjalin hubungan yang baik dan saling menguntungkan.

Lalu, bagaimana masa depan industri asuransi pasca putusan MK ini? Putusan MK ini menjadi momentum bagi industri asuransi untuk berbenah diri. Mereka harus meningkatkan profesionalisme, transparansi, dan kualitas layanan. Mereka juga harus lebih proaktif dalam memberikan edukasi kepada nasabah mengenai prinsip utmost good faith dan pentingnya kejujuran dalam asuransi.

Di sisi lain, nasabah juga harus semakin bijak dalam memilih produk asuransi dan memahami hak dan kewajibannya. Jangan tergiur dengan premi murah atau janji-janji manis. Pastikan Anda memilih perusahaan asuransi yang terpercaya dan memiliki rekam jejak yang baik.

Putusan MK ini adalah awal dari sebuah revolusi dalam dunia asuransi di Indonesia. Revolusi yang menjunjung tinggi keadilan, transparansi, dan kepercayaan. Mari kita sambut era baru asuransi dengan optimisme dan semangat untuk mewujudkan industri asuransi yang lebih baik bagi semua. (Azhar)

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *